Peringatan Isra' dan Mi'raj di Dusun Kekait Daye diisi dengan pengajian yang dimotori oleh bagian urusan keagamaan Remaja Masjid "Syi'arul Islam" yang dihadiri oleh warga setempat
“Maha Suci Allah,
yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha yang telah diberkahi sekelilingnya oleh Allah agar Kami
perhatikan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al Isra:1).
Dengan berpatokan pada ayat ini, kita bisa memperoleh
pemahaman yang sangat memadai tentang mukjizat Isra dan Mi’raj tersebut.
jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata
tersebut,
maka akan menjadi seperti ini:
Pertama :
Kata Subhanallah,
Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa.
Saking spesialnya kejadian ini, Allah sendiri memuji diri-Nya dengan ucapan
Subhanallah. Inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha.
Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa.
Kedua :
Kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa
perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak
Allah. Dengan kata lain, kita juga memperoleh ‘bocoran’ bahwa Rasul tidak akan
sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Saking dahsyatnya
perjalanan ini, jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa
diperjalankan oleh Allah.
Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi
melanglang ruang dan waktu didalam alam
semesta ciptaan Allah.
Menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang angkasa
melakukan perjalanan Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih halus
dari jiwa atau rohaninya. Oleh karena itu, makhluk hidup yang memiliki dua
jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat pembawa yang lebih halus dari
rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul sekaligus. Dan ternyata
makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril.
Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga
oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq.
Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan
tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqum yang
berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan
melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik.
Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya
setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per
detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di
Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200
detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi
kecepatan elektris tadi.
Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya adalah
kecepatan paling tinggi yang telah dihasilkan Fisika Modern? Bukankah kecepatan
cahaya telah mendapat legalitas berdasarkan keputusan kongres Internasional
tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris tahun 1983: bahwa kecepatan cahaya
berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik dibulatkan sekira
300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya berlaku sama bagi
seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas kecepatan dalam alam
fisika.
Tentu saja kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh
sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki
kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya. Bahkan, saking ringannya, maka
sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa melakukan
kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan,
electron sekali pun yang bobotnya hamper nol sekalipun tidak bisa memiliki
kecepatan setinggi itu.
Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari satuan-satuan
utama yang sangat kecil dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390 milyar. Sel tubuh
ini tidak sama, baik bentuk, besar, maupun fungsinya. Sel-sel ini tidak
terpisah satu sama lain, tetapi hidup dalam organisasi yang harmonis (Pasya,
2004:250).
Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel itu
tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang
kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul asam amino atau proteir kompleks
lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian
yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-partikel
sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya.
Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat
dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali
gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius, bahkan bisa
meninggal dunia.
Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua kali
gravitasi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari
biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi normal 80 kg misalnya, maka pada saat
melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg. Bahkan jika percepatannya lebih
tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh
bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami
‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G, pilot yang tidak
terlatih bisa-bisa mengalami balck out alias semaput atau pingsan di angkasa.
Jika demikian, bukankah Muhammad juga seorang manusia biasa
yang memiliki struktur sama dengan pilot dalam ilustrasi tadi ketika ia
melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu bagaimana jasmani Muhammad
mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya ? Apakah Muhammad
di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Nah.
Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem
ini adalah teori
Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti
materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan anti materinya,
maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau
sinar gama.
Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki
energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut
lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini
menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara
tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat
sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan
oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah
proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam.
Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya? Ya,
sebab hati adalah pangkal dari seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul
mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala aktifitas badani. Jika baik
hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga sebaliknya jika
buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya.
Bahkan, resonansi
dari hati yang baik itulah kelembutan akan muncul. Bagaikan buluh perindu yang
akan menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa? Karena hati yang lembut
bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi
yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi
frekuensinya. Pada frekuensi 10 pangkat 8, maka akan menghasilkan gelombang
radio. Dan jika frekuensinya lebih tinggi misal 10 pangkat 14, maka akan
menghasilkan gelombang cahaya (Mustofa, 2008:153).
Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat
‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat sumur zam-zam. Jibril melakukan
manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya. Dengan kesiapan ini,
Muhammad siap untukdibawa melalui kawalan Jibril dengan mengendarai Buraq
menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik Cahaya
Abadi.
Ketiga :
Terdapat dalam kata ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti
bahwa tidak semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra
Mi’raj. Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah
mencapai tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab
sebagai insan kamil.
Keempat :
Dalam kata laila, malam hari. Perjalanan spesial ini
dilakukan pada malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti
kebesaran Tuhan Sang Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj
dengan apik dan sangat canggih. Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa
pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa
membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang bukan badan cahaya.
Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi. Perubahan menjadi badan
cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan
bersama Jibril. Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah
menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan
badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu.
Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita
menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah
dari siang hari. Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan
terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah
gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif
untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.
Kelima :
Terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil
Aqsha, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari
mesjid ke mesjid, sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif.
Disanalah orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat
kepada Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif
bagi perjalanan Nabi.
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal
pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan
recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi Muhammad dari
materi menjadi cahaya jauh lebih mudah. Apalagi proses itu melalui ‘operasi’
lewat pelantara Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan
dengan lancar sesuai kehendak Allah. Dia-lah yang berkehendak, sedang Jibril
yang melaksanakannya.
Keenam :
Dalam kata baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya.
Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah
mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran
perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia.
Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar
perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak. Sebab, jika
badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan
perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi
partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah,
keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak
mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.
Ketujuh :
Dalam kata linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran
Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah
yang Maha Hebat. Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak
pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi
langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh. Tanda kebesaran
dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu,
seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan
kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Delapan :
Adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat
sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan
jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah
benar adanya. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah
fenomenal ini.
Sumber :
ustaz Islahudin Kekait
dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar