Minggu, 09 Desember 2012

Nilai Anak Hancur….?


Sebentar lagi kita akan menerima raport dari anak-anak, Sebelum kita lebih jauh berinteraksi, mari kita pahami bahwa nilai atau angka (simbol) bukan satu-satunya penentu kesuksesan anak kita kelak di masa depan. Semua yang dialami saat dia sekolah akan banyak yang tidak  digunakan kelak,  jadi  model  pendidikan apa  yang  akan  digunakan seorang  anak hingga  dia  dewasa  dan  dapat  diwariskan? Ya,  didiklah  karakternya dan tanamkan kesuksesan sejak awal di ladang karakternya. Kenapa seorang anak ketika belajar di rumah bisa, diberi soal lebih susah daripada di sekolah juga bisa, bahkan waktu di tempat les dia diberi latihan soal yang banyak juga bisa, meskipun soalnya lebih sulit juga bisa, tetapi ketika ulangan tiba-tiba nilainya jelek. Nah apakah kita pernah punya masalah seperti ini? Kita yang punya anak SD, pasti sering mengalami  masalah-masalah  seperti  ini.  Kita  pasti  merasa jengkel  ketika  mengetahui bahwa anak kita yang tadi malam belajar sudah bisa semua, tapi ketika ulangan ternyata ulangannya dapat nilai jelek. Jika ini terjadi sekali dua kali mungkin kita bisa memakluminya, tapi jika ini terjadi berulang kali, kita pasti mulai jengkel pada anak kita. Bahkan bisa jadi kita frustasi dan kemudian malah mengeluarkan kata-kata negatif. Nah apakah yang terjadi dibalik masalah ini. Seorang anak yang bisa sewaktu mengerjakan soal di rumah dan kemudian gagal waktu dia ulangan. Untuk hal-hal yang sama dan itu berulang kali, maka ada tiga hal yang perlu kita waspadai:

  1. Kita perlu curiga bahwa anak ini mengalami kecemasan yang tersembunyi. Kita pasti bertanya tidak mungkin? dia cemas dari mana….kenapa koq dia cemas? Kecemasan yang tersembunyi ini disebabkan oleh banyak faktor. bisa jadi tuntutan yang terlalu tinggi dari kita orang tua atau mungkin bahkan dari gurunya. Tuntutan ini tidak bisa membuat si anak menunjukkan kwalitas optimalnya. Sehingga ketika ulangan,yang terbayang adalah ketakutan bahwa dia tidak bisa memenuhi tutuntan dari si orang tua. Atau tuntutan dari gurunya mungkin. Nah kita tahu, Ketika kita itu cemas maka kita tidak bisa  berpikir secara jernih.Kita tentu pernah mengalaminya bukan? ketika kita sedang cemas, sedang stres berat. Maka hal yang sepele tentunya bisa jadi terlupakan. Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Mereka cemas karena tuntutan kita yang terlalu tinggi,atau keharusan untuk menguasai sesuatu. Ketika mereka merasa tidak mampu, kecemasan itu menghantui pikirannya. Dan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya tiba-tiba blank”, pada saat  ulangan. Ini juga sering terjadi pada kita. Ingatkah kita pada saat dulu kita kuliah? Mungkin masih SMA bahkan? Ketika kita ulangan tiba-tiba saja mendadak lupa akan jawaban yang harus kita tuliskan disana. Padahal tadi malam jelas-jelas kita sudah belajar, hal tersebut. Nah ketika kita menghadapi ulangan tiba-tiba saja hilang jawabannya. Apalagi ketika sang guru atau dosen mengatakan 5 menit lagi kita harus mengumpulkan,dan waktunya habis. Oke, makin kita paksa  akhirnya  kita  stress  dan  akhirnya  kita  lupa.  Dan  anehnya ketika kita sudah mengumpulkan lembar  jawaban,  keluar  dari  ruang  ujian  tiba-tiba  jawabannya muncul dalam pikiran kita. “ahh..” kenapa tidak dari tadi munculnya, kita pasti menggerutu pada diri kita sendiri. Kita pernah mengalami hal itu bukan? Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Jadi ketika mereka ulangan,maka sebaiknya jangan sampai mereka itu cemas. Tuntutan tuntutan kita membuat mereka cemas. karena itu kita perlu instropeksi diri, apakah selama ini kita sudah menerima mereka apa adanya. Ya,kebanyakan dari kita berharap agar nilai mereka bagus. Tapi begitu nilai mereka jelek, kita mulai menuntut mereka. “Kenapa sih nilai kamu koq jelek?” Jarang sekali ada orang tua yang mengatakan, “oh iya saya bisa memahami kamu nak, Apa yang mama/papa bisa bantu agar lain kali nilaimu lebih bagus lagi”. Jadi ketika seorang anak mempunyai nilai jelek, hal yang kita perlu lakukan adalah memahami dulu perasaannya. Saya yakin anak itupun tidak ingin nilainya jelek, bukan hanya kita. Diapun juga tidak ingin nilainya jelek tentunya. Tapi kenyataan yang dihadapi lain. Ketika nilainya sudah jelek, dia sedih tetapi kita malah memarahi dia. Dia akan merasa bahwa dirinya tidak dipahami dan tidak dimengerti. Di lain hari kecemasan itu muncul dalam dirinya. Dia akan merasa, “aduh kalau saya jelek lagi saya pasti dimarahi lagi”, saya pasti mengecewakan mama saya”. Pernah ada satu kasus dimana seorang anak tidak mau berangkat sekolah gara-gara hari itu ada ulangan. Dia mengatakan pada mamanya saya takut ma, “kenapa takut?” Tanya mamanya. saya takut mengecewakan mama kalau nilai saya jelek”. Dan ini dilontarkan oleh seorang anak kelas 2 SD. Nah,dari kejadian tersebut sang mama belajar bahwa selama ini, dia sering berkata “mama nga masalah dengan nilai mu”. Tetapi kenyataannya dia membuat anaknya cemas. Jadi terkadang kita sebagai orang tua hanya mengatakan, “nggak.. nilai berapapun saya nggak masalah koq”. Tapi ternyata itu hanya di mulut saja. kenyataannya si anak merasakan hal yang berbeda, dia merasakan tuntutan orang tua yang terlalu tinggi. Nah, untuk masalah ini sebaiknya kita perlu koreksi diri bagaimana caranya kita menerima seorang anak apa adanya, tidak tergantung dari nilainya. Ingat sebenernya nilai itu hanya mengindikasikan dia sudah bisa atau belum.Berbahagialah ketika nilai anak kita jelek. Karena apa? sekarang kita tahu mana yang dia itu belum bisa. Pembelajaran yang baik harusnya ditujukan untuk meningkatkan seorang anak sehingga ia bisa kompeten di dalam bidangnya. Bukan untuk melabel dia pintar atau bodoh.
  2. Sebab yang lain adalah karena perlakuan-perlakuan negatif yang pernah di terima seorang anak bisa di rumah, bisa di sekolah. Misalnya, ketika seorang anak nilainya jelek, kemudian kita marah-marahin dia, bahkan mungkin di hukum. Suruh berdiri di pojok, nggak boleh makan. Atau apapun yang kita bisa lakukan untuk itu. Nah ketika dia menerima perlakuan itu,maka perlakuan itu akan membekas di memorinya. Berikutnya ketika dia ulangan lagi di lain kesempatan maka yang dia liat di lembar soalnya bukan soal yang harus dibaca, tetapi wajah orang tuanya yang sedang marah. Wajah ini tiba-tiba saja muncul terbayang di dalam pikirannya. Kita bisa bayangkan jika kita berhadapan dengan soal  ujian dan kemudian yang muncul adalah ketakutan membayangkan wajah orang tua yang sedang marah, karena kita tidak bisa. Atau mungkin wajah guru yang memalukan kita di depan teman-teman kita. Maka semua yang kita pelajari tiba-tiba saja menjadi hilang dan akhirnya ulangannya jelek. Baiklah, jika ini terjadi sebaiknya kita perlu segera minta maaf pada anak kita. Kita cukup mengatakan, tempo hari waktu ulangan kamu jelek,dan kemudian papa atau mama marah sama kamu saat itu perasaan kamu bagaimana?” apapun yang di jawab oleh anak kita terima apa adanya. Misalkan dia menjawab, Saya takutlah, saya merasa ini itu apapun itu kita tinggal ngomong Oke Maaf, papa mungkin saat itu keceplosan ngomong. Atau mungkin saat itu mama lepas control sehingga memarahi kamu terlalu dalam. Tapi sebenernya maksud mama sangat baik. Kamu mau nggak maafin mama? Mama lain kali janji akan mendukung kamu jika nilai kamu jelek, kita akan cari solusinya sama-sama dan kamu boleh tanya sama mama bagaimana supaya jadi nilainya baik. Kamu pasti kepengen nilai kamu juga baik juga kan?” Nah, itu tentunya jauh lebih baik bagi si anak. Daripada kita hanya sekedar memarahinya, memintanya belajar, memaksanya belajar tanpa sama sekali mengakui perasaannya untuk diberi kasih saying dan untuk di terima apa adanya.
  3. Sebab yang lain adalah kurangnya perhatian berkualitas. Mungkin kita bertanya, “ah mana mungkin saya tidak memperhatikan anak saya”. Betul,saya percaya dan yakin bahwa setiap orang tua pasti memperhatikan anaknya.Tetapi terkadang perhatian yang kita berikan itu tidak cocok dengan apa yang diinginkan oleh si anak, yang saya maksud dengan perhatian di  sini adalah perhatian yang berkuwalitas. Dalam arti kita memperhatikan juga perasaan-perasaan si anak. Bukan Cuma memperhatikan tugas-tugas yang dia harus slesaikan. Kebanyakan dari kita hanya memperhatikan tugas tugas yang harus di selesaikan oleh seorang anak. Kita hanya memperhatikan kamu sudah ngerjakan PR belum? kamu sudah belajar belum? pensil kamu sudah diraut belum? Besok kalau ulangan kamu sudah siapkan pensil atau bolpointnya? Buku kamu sudah kamu siapin belum? kita hanya memperhatikan aspek-aspek fisik. Kita tidak memperhatikan aspek-aspek perasaan dari si anak. Padahal yang jauh lebih dibutuhkanseorang anak adalah perhatian akan perasaan- perasaannya sehingga dia bener-bener di terima secara utuh oleh orang tuanya. Kita bisa memberikan perhatian berkuwalitas ini dengan lebih baik, dengan cara membaca artikel saya yang berjudul Pentingnya Memahami Kebutuhan Emosional Anak”. Itu adalah salah satu cara terbaik untuk memberikan perhatian berkualitas pada anak Kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar